Wednesday, October 28, 2009

Menutupi Aib Sendiri & Orang Lain (Mahmud Muhammad al-Khazandar)

Masyarakat yang bersih, yang tidak dipenuhi berbagai berita adalah masyarakat yang selamat serta terjaga, dan yang melakukan maksiat tetap tertutup dengan tutupan Allah SWT atasnya hingga ia bertaubat dan ditutup oleh orang-orang yang beriman, agar ia tidak berani melakukannya secara terang-terangan atau terus-menerus tanpa berhenti.

Rasulullah SAW mencela ucapan pelaku maksiat yang mencemari dirinya sendiri dan membuka tutupan Allah SWT terhadapnya, beliau bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًا إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ, وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باِللَّيْلِ عَمَلاً, ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلُ: يَافُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ سَتَرَهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
"Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di pagi harinya -padahal Allah SWT telah menutupnya-, ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal Allah SWT telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah SWT terhadapnya." [1]

Rasulullah SAW juga mencela seseorang yang mempermalukan saudaranya, karena itulah Allah SWT menyifati orang-orang yang mencemarkan kehormatan kaum muslimin dengan lisan mereka, sebagaimana firman Allah SWT:

إَنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ ءَامَنُوا
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, (an-Nuur:19)

Dan senantiasa ancaman keras menanti mereka:
لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nuur:19)

Dan kebalikannya, berita gembira bagi orang-orang yang menutup aib saudara-saudara mereka, dengan tutupan Allah SWT kepada mereka di dunia dan akhirat, seperti yang tersebut dalam hadits shahih:

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
"Dan barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah I menutup aibnya di dunia dan akhirat." [2]

An-Nawawi rahimahullah mengatakan ketika memberikan komentar terhadap hadits di atas, adapun menutup aib orang lain yang dianjurkan di sini maksudnya adalah, menutup aib orang yang melakukan keburukan, dari orang yang tidak terkenal melakukan keburukan dan kerusakan. Adapun orang yang sudah dikenal seperti itu, maka dianjurkan agar tidak menutupnya, bahkan dilaporkan kepada pemerintah, jika ia tidak mengkhawatirkan terjadinya kerusakan yang lebih besar lagi, karena menutup hal seperti ini membuat dia bertambah berani melakukan kerusakan dan kekacauan, melakukan segala yang diharamkan dan membuat orang yang lain berani melakukan hal serupa. Adapun menyebutkan cacat atau aib para perawi hadits, para saksi, dan orang-orang yang diberi amanah terhadap sedekah, harta waqaf dan anak-anak yatim dan semisal mereka, maka wajib menyebutkan aib mereka saat diperlukan dan tidak boleh menyembunyikan hal itu, apabila ia melihat suatu perkara yang mengurangi kelayakan mereka. Hal ini tidak termasuk ghibah (mengumpat) yang diharamkan, bahkan termasuk nasehat yang wajib. [3]

Hal itu tidak berarti engkau harus berdiam diri di antara engkau dan dia, tanpa harus diketahui orang lain. Apabila engkau telah mengingkari dan memberikan nasehat kepadanya, lalu ia tidak berhenti melakukan perbuatan buruknya, kemudian ia terang-terangan melakukannya, niscaya boleh bersaksi atasnya dengan hal itu -seperti yang dijelaskan oleh an-Nawawi dan Ibnu Hajar- dan dibedakan di antara menutup aib dan mengingkari, yaitu bahwa menutup aib tempatnya adalah dalam perbuatan maksiat yang sudah berakhir, dan mengingkari pada maksiat yang sedang dilakukan, maka wajib mengingkarinya. Jika tidak demikian, ia melaporkannya kepada pemerintah. [4]

Dan menutup aib yang paling utama adalah menutup aib diri sendiri, yang Allah SWT telah menutupinya dan Allah SWT telah memuliakannya karena ia merasa bersalah karena berbuat maksiat dan merasa malu darinya, yaitu dengan memberi ampunan kepadanya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits qudsi:

فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ هَذَا؟ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ هذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ. حَتىَّ إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِى نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ:سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِى الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ, فَيُعْطَى كِتَابُ حَسَنَاتِهِ.
"Allah SWT berfirman (kepada hamba):'Apakah engkau mengetahui dosa ini? apakah engkau mengenal dosa ini?' Ia menjawab, 'Ya, wahai Rabb.' Sehingga apabila ia telah mengakui dosa-dosanya dan ia melihat pada dirinya bahwa ia akan binasa, Dia SWT berfirman, 'Aku telah menutupinya atasmu di dunia dan aku mengampuninya untukmu pada hari ini, maka diberikanlah catatan kebaikannya…" [5]

Maka hendaklah seseorang menutupi aib dirinya, sebagaimana Allah SWT telah menutupinya.

Termasuk di antara kemuliaan muslim terhadap Allah SWT, sesungguhnya Allah SWT akan membelanya dan membalas kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Dalam hal itu, Rasulullah SAW bersabda:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ: لاَ تَغْتَابُوْا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَبَّعُوْا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يتبعِ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِى بَيْتِهِ.
"Wahai sekalian orang yang beriman dengan ucapan lisannya dan iman belum masuk ke dalam hatinya, 'Janganlah engkau mengumpat kaum muslimin dan janganlah mencari-cari kesalahan mereka. Maka sesungguhnya orang yang mencari-cari kesalahan mereka niscaya Allah SWT mencari-cari kesalahannya. Dan barangsiapa yang Allah SWT mencari-cari kesalahannya, niscaya Dia SWT mempermalukannya di rumahnya." [6]

Maka tutupilah aib saudara-saudaramu, karena engkau tidak pernah akan mampu memerangi Allah SWT, Yang Maha Kuasa membuka segala aibmu dan mengungkap segala dosamu, sementara manusia tidak ada yang mengetahuinya. Dan kekanglah lisanmu dari pembicaraan menyangkut kehormatan orang lain, mencari-cari kesalahan, dan merusak harga diri saudara-saudaramu.

Engkau mendapatkan jiwa yang sakit tenggelam mendengarkan aib orang lain dan mencari-cari kesalahan, serta dibuka majelis untuk mengungkap kesalahan orang lain. Padahal Rasulullah r memerintahkan memaafkan kesalahan, dan Allah SWT "Menyukai sifat malu dan menutup aib", [7] seolah-olah digabungkan di antara dua sifat yang terpuji ini (malu dan menutup aib) karena manusia yang menyebarkan aib saudara-saudaranya, ia tidak akan bisa melakukan hal itu kecuali setelah tidak adanya sifat malu yang menghalanginya melakukan hal itu, dan ia tidak menutupi kecuali karena sifat malu.

Sungguh di antara petunjuk Nabi SAW adalah lebih mengutamakan menutup aib, sampai-sampai pada orang yang melakukan dosa besar. Karena itulah diarahkan sabdanya:

تَعَافُّوْا الْحَدُوْدَ فِيْمَا بَيْنَكُمْ
'Tinggalkanlah pelaksanaan hukum had di antara kamu.' [8]

Agar tidak dibawa kepada pemerintah (pengadilan), maka ia mendapat malu dengan dilaksanakan hukum had, dan barangkali pelakunya bertaubat, lalu Allah SWT menerima taubatnya.

Dan Rasulullah SAW sangat berusaha menjaga kemuliaan muslim dan keselamatan jiwanya, sesungguhnya telah datang kepada beliau seorang laki-laki yang berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berhak mendapat hukum had, maka laksanakanlah kepadaku.' Anas bin Malik t berkata,"Dan beliau r tidak bertanya kepadanya tentang dosanya." Dan setelah shalat, laki-laki itu mengulangi ucapannya, maka Rasulullah SAW bersabda:

أَلَيْسَ قَدْ صَلَّيْتَ مَعَنَا
"Bukanlah engkau setelah melaksanakan shalat bersama kami?" Ia menjawab, "Benar." Beliau SAW bersabda:
فَإِنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ ذَنْبَكَ
"Sesungguhnya Allah SWT telah mengampuni dosamu." [9]

Ibnu Hajar berkata, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak meminta keterangan lebih jelas darinya, bisa jadi karena hal itu termasuk dalam kategori tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain) yang dilarang, boleh jadi karena lebih mengutamakan menutup aib dan beliau SAW melihat bahwa dalam melaksanakan had terhadapnya bisa menjadi penyesalan." [10]

Kesimpulan:
- Orang yang berbuat maksiat secara tertutup akan tetap tertutup dengan tutupan Allah I.
- Membuka aib adalah perbuatan tercela, sekalipun berbicara tentang dirinya sendiri.
- Tidak ada kontradiksi (pertentangan) di antara mengingkari perbuatan maksiat dan menutupinya.
- Merasa senang mendengar aib adalah pertanda adanya penyakit di dalam hati.
- Menututup aib adalah perbuatan yang dianjurkan, sekalipun terhadap pelaku dosa besar.

Wallahu A'lam.


----- Original Message -----
From: Evie Susanti
To: M_Subki ; beby ; Peni ; Martin Silalahi ; puput ; Eman Sula ; Yudhianto ; umarjaya ; Jaka ; Setio Witjaksono ; Sarman ; jhony ; Junaedi ; nirwati ; aulia ; Azhar
Sent: Monday, October 26, 2009 9:38 AM
Subject: " Fenomena FacebooK "



" Di Balik Fenomena FacebooK " (Rugi Kalau tidak dibaca)

Ketika perpecahan keluarga menjadi tontonan yang ditunggu dalam sebuah episode infotainment setiap hari.

Ketika aib seseorang ditunggu-tunggu ribuan mata bahkan jutaan dalam berita-berita media massa.

Ketika seorang celebritis dengan bangga menjadikan kehamilannya di luar pernikahan yang sah sebagai ajang sensasei yang ditunggu-tunggu ....’siapa calon bapak si jabang bayi?’

Ada khabar yang lebih menghebohkan, lagi-lagi seorang celebrities yang belum resmi berpisah dengan suaminya, tanpa rasa malu berlibur, berjalan bersama pria lain, dan dengan mudahnya mengolok-olok suaminya.

Wuiih......mungkin kita bisa berkata ya wajarlah artis, kehidupannya ya seperti itu, penuh sensasi. Kalau perlu dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, aktivitasnya diberitakan dan dinikmati oleh publik.

Wuiiih...... ternyata sekarang bukan hanya artis yang bisa seperti itu, sadar atau tidak, ribuan orang sekarang sedang menikmati aktivitasnya apapun diketahui orang, dikomentarin orang bahkan mohon maaf ....’dilecehkan’ orang, dan herannya perasaan yang didapat adalah kesenangan.

Fenomena itu bernama facebook, setiap saat para facebooker meng update statusnya agar bisa dinikmati dan dikomentarin lainnya. Lupa atau sengaja hal-hal yang semestinya menjadi konsumsi internal keluarga, menjadi kebanggaan di statusnya. Lihat saja beberapa status facebook :

Seorang wanita menuliskan “Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya ngapain ya......?”------kemudian puluhan komen bermunculan dari lelaki dan perempuan, bahkan seorang lelaki temannya menuliskan “mau ditemanin? Dijamin puas deh...”
Seorang wanita lainnya menuliskan “ Bangun tidur, badan sakit semua, biasa....habis malam jumat ya begini...:” kemudian komen2 nakal bermunculan.

Ada yang menulis “ bete nih di rumah terus, mana misua jauh lagi....”, ----kemudian komen2 pelecehan bermunculan Ada pula yang komen di wall temannya “ eeeh ini si anu ya ...., yang dulu dekat dengan si itu khan? Aduuh dicariin tuh sama si itu....” ----lupa klu si anu sudah punya suami dan anak-anak yang manis Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya “habis minum jamu nih...., ada yang mau menerima tantangan ?’----langsung berpuluh2 komen datang

Ada yang hanya menuliskan, “lagi bokek, kagak punya duit...”

Ada juga yang nulis “ mau tidur nih, panas banget...bakal tidur pake dalaman lagi nih”

Dan ribuan status-status yang numpang beken dan pengin ada komen-komen dari lainnya.

Dan itu sadar atau tidak sadar dinikmati oleh indera kita, mata kita, telinga kita, bahkan pikiran kita.

Ada yang lebih kejam dari sekedar status facebook, dan herannya seakan hilang rasa empati dan sensitifitas dari tiap diri terhadap hal-hal yang semestinya di tutup dan tidak perlu di tampilkan.

Seorang wanita dengan nada guyon mengomentarin foto yang baru sj di upload di albumnya, foto-foto saat SMA dulu setelah berolah raga memakai kaos dan celana pendek...... padahal sebagian besar yg didalam foto tersebut sudah berjilbab.

Ada seorang karyawati mengupload foto temannya yang sekarang sudah berubah dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan Islami, foto saat dulu jahiliyah bersama teman2 prianya bergandengan dengan ceria....

Ada pula seorang pria meng upload foto seorang wanita mantan kekasihnya dulu yang sedang dalam kondisi sangat seronok padahal kini sang wanita telah berkeluarga dan hidup dengan tenang.

Rasanya hilang apa yang diajarkan seseorang yang sangat dicintai Allah...., yaitu Muhammad SAW, Rasulullah kepada umatnya. Seseorang yang sangat menjaga kemuliaan dirinya dan keluarganya. Ingatkah ketika Rasulullah bertanya pada Aisyah r.ha : “ Wahai Aisyah apa yang dapat saya makan pagi ini?” maka Istri tercinta, sang humairah, sang pipi merah Aisyah menjawab “ Rasul, kekasih hatiku, sesungguhnya tidak ada yang dapat kita makan pagi ini”. Rasul dengan senyum teduhnya berkata “baiklah Aisyah, aku berpuasa hari ini”. Tidak perlu orang tahu bahwa tidak ada makanan di rumah rasulullah.. ..

Ingatlah Abdurahman bin Auf r.a mengikuti Rasulullah berhijrah dari mekah ke madinah, ketika saudaranya menawarkannya sebagian hartanya, dan sebagian rumahnya, maka abdurahman bin auf mengatakan, tunjukan saja saya pasar. Kekurangannya tidak membuat beliau kehilangan kemuliaan hidupnya. Bahwasanya kehormatan menjadi salah satu indikator keimanan seseorang, sebagaimana Rasulullah, bersabda, “Malu itu sebahagian dari iman”. (Bukhari dan Muslim).

Dan fenomena di atas menjadi Tanda Besar buat kita umat Islam, hegemoni ‘kesenangan semu’ dan dibungkus dengan ‘persahabatan fatamorgana’ ditampilkan dengan mudahnya celoteh dan status dalam facebook yang melindas semua tata krama tentang Malu, tentang menjaga Kehormatan Diri dan keluarga.


Dan Rasulullah SAW menegaskan dengan sindiran keras kepada kita

“Apabila kamu tidak malu maka perbuatlah apa yang kamu mau.” (Bukhari).

Arogansi kesenangan semakin menjadi-jadi dengan tanpa merasa bersalah mengungkit kembali aib-aib masa lalu melalui foto-foto yang tidak bermartabat yang semestinya dibuang saja atau disimpan rapat.

Bagi mereka para wanita yang menemukan jati dirinya, dibukakan cahayanya oleh Allah sehingga saat di masa lalu jauh dari Allah kemudian ter inqilabiyah – tershibghoh, tercelup dan terwarnai cahaya ilahiyah, hatinya teriris melihat masa lalunya dibuka dengan penuh senyuman, oleh orang yang mengaku sebagai teman, sebagai sahabat.

Maka jagalah kehormatan diri, jangan tampakkan lagi aib-aib masa lalu, mudah-mudahan Allah menjaga aib-aib kita.

Maka jagalah kehormatan diri kita, simpan rapat keluh kesah kita, simpan rapat aib-aib diri, jangan bebaskan ‘kesenangan’, ‘gurauan’ membuat Iffah kita luntur tak berbekas.

***********************************************************
Mohon kiranya untuk men-tag ataupun men-sharing artikel ini dengan orang yang Anda kasihi demi kebaikan kita bersama. Jazakallah khair Sumber : FTJAI

Disampaikan kembali oleh Akhina Ustadz M. Yudhianto, Ketua DKM Al-Ikhlas, Sektor Rusa

Sunday, October 25, 2009

IFTHAR JAMA’AI DAN HALAL BIHALAL 1430 H







Taqobalallohu minna wa minkum, semoga Allah Azza wa Jala menerima dari kita semua puasa, qiyam romadhon, tilawatil-Qr’an serta amal kebaikan kita. Akhirnya bulan romadhon yang penuh barokah pun berlalu, bersyurkurlah hamba yang diberi taufiq oleh Allah Azza wa Jala untuk mengisinya dengan kebajikan, Semoga romadhon benar-benar menjadi latihan berharga untuk meningkatkan kualitas keimanan pada bulan-bulan berikutnya.
Masih ingat kah ikhwaniy fiddien pada hari Ahad, 30 Agustus 2009 di lapangan fasos kita berkumpul untuk iftar jama’I, bersilaturakhim dan mendengarkan tausiyah dari Ust. Sona’I Abdurokhman LC serta member santunan kepada anak-anak yatim piatu, subhanallah warga yang datang bersama-sama berkumpul dalam rangka fastabiqul khoirat banyak sekali, ikhwan bisa lihat dalam fotonya:

Kemudian pada hari ahad tanggal 11 Oktober 2009, diselenggarakan Halal Bi Halal gabungan kerjasama DKM Al-Muhajirin, RW 007, Ummahata Al-Uswah, BKMT Kota Hijau, semua dalam ranga mempertahankan dan menjaga taqwa setelah madrosah ramadhan.



Semoga tidak terlambat dan bahkan terlewat untuk selalu merindu ramadhan dengan amal ibadah…. Nasihat Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda “Seandainya hamba-hamba mengetahui apa yang dikandung oleh romadhan itu waktunya sepanjang tahun” HR. Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Abid Dunya.